Thursday 26 March 2015





*Tetap Sehat di Usia Senja

Ini Rahasia Kecil Ayu Diah Pasha


Memasuki usia 51 tahun, pemain sinetron dan film Ayu Diah Pasha memiliki cara tersendiri untuk menjaga kesehatannya. Bagi ibu 2 anak ini, olahraga dan menjaga makanan adalah hal yang terpenting.

"Olahraga yang sedang saya lakukan adalah pilates, berenang dan jalan pagi. Jadi diantara ketiganya, olahraga mana yang sempat saya lakukan. Misalnya tidak sempat ke studio pilates ya saya jalan kaki atau berenang. Dilakukan seminggu dua kali," ujar Ayu saat ditemui di kawasan Cikini, Jakarta Pusat.

"Yang menarik dari pilates adalah membentuk struktur tubuh kita supaya tetap berdiri tegap dan sikap tubuhnya baik, itu sih yang paling penting dari pilates dan juga kelenturan. Selain itu yang sangat penting melatih otot kecil," lanjut perempuan kelahiran 4 Februari 1964 ini.

Pantas saja, meski sudah memasuki usia senja, Ayu Diah Pasha tetap awet muda. Selain olahraga, ada sebuah rahasia lagi guna kesehatannya yakni mengurangi makanan berminyak dan minum jamu.

"Kalau dari makanan sebenarnya tidak terlalu pantang, tapi memang sudah lama tidak makan nasi, belum tentu seminggu sekali makan nasi. Nasi dikurangi karena nasi gulanya cukup tinggi dan saya ganti dengan nasi merah atau nasi hitam dan makan pasta," tutur Ayu.

"Banyak minum air putih, mengurangi makan goreng-gorengan dan minum jamu-jamuan, biasanya jamu pahit, tapi tidak saya minum setiap hari," lanjut perempuan asal Makassar ini.(kpl)


 Aksi nelayan saat melakukan demo di DPRD Kabupaten Muna.
 
Belum Ada 'Lampu Hijau' Bagi Nelayan Gae Ghoghombio

RAHA- Rapat dengar pendapat antara nelayanan tradisional Pasikolaga dan nelayan Gae Lagasa yang dimediasi oleh Komisi I DPRD Muna, Rabu (25/3), belum melahirkan solusi untuk memecahkan konflik antara nelayan Gae Lagasa dan nelayan tradisional Pasikolaga. 
Pasalnya, nelayan Gae Lagasa tetap bersikukuh untuk melakukan penangkapan ikan di Selat Ghoghombio (Selat Buton), meskipun zona tersebut menjadi zona larangan sesuai Permen Kementerian DKP Nomor 02 tahun 2011. Demikian pula dengan nelayan tradisional Pasikolaga, bersikukuh agar aturan yang tercantum dalam Permen ditegakkan, karena penangkapan ikan menggunakan kapal gae yang menggunakan teknologi lebih canggih (jaring lingkar), dapat mengancam para nelayan tradisional di selat tersebut.

Hearing sempat memanas, karena salah seorang kelompok nelayan Lagasa, Machdin tiba-tiba naik pitam dan mengamuk, lantaran  tak terima dengan pernyataan Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP) Muna, La Ode Pali Awaluddin yang menyarankan  kepada nelayan gae Lagasa untuk mengajukan Judical Review jika tidak sepakat dengan Permen DKP No 02 tahun 2011. Namun situasi itu dapat dikendalikan sehingga keributan dapat dihindari.
“Ini tidak benar. Kami jangan dibatasi wilayah penangkapan kami. Kami juga adalah warga negara yang mencari makan di laut,”teriak Machdin yang merubah suasana hering.

Di hadapan forum hering bersama pemerintah daerah yang dipimpin oleh Ketua Komisi I DPRD Muna, La Samuri, Pali Awaluddin menegaskan bahwa nelayan Lagasa yang menggunakan alat tangkap Gae atau jaring lingkar (crusair), tak diperbolehkan melakukan penangkapan di jalur I (Selat Ghoghombio), hanya dibolehkan di jalur II dan III.

Menurut Pali Awaluddin, konflik ini sudah 27 tahun berlangsung. Dimana tahun 2000, DKP Muna pernah melakukan upaya penertiban nelayan gae yang melakukan penangkapan di Selat Ghoghombio, tapi sampai saat ini para nelayan gae tak mengindahkannya, dan kerap melakukan penangkapan di Selat Ghoghombio, sehingga tindakan itu memicu aksi pengusiran dari nelayan Pasir Putih dan Pasikolaga.

"Para nelayan gae dari Towea dan Napabalano memahami Permen No 02 tahun 2011, sehingga mereka tidak melakukan penangkapan ikan di selat Buton (Ghoghombio). Mereka menangkap ikan  dijalur yang telah ditetapkan, jalur II dan III, bahkan mereka menangkap ikan sampai di perairan Morowali. Hal itu tidak masalah sepanjang sesuai dengan zona atau jalur tangkapnya,"pungkasnya.
Sementara itu, Asisten I Setda Muna, Drs Arman Anwar menyampaikan agar masalah konflik antara nelayan Lagasa dan Pasikolaga serta Pasir Putih, diselesaikan melalui kesepakatan antara Desa.
"Nanti nelayan dari kedua wilayah duduk bersama dimediasi oleh Pemda, mencari solusinya. Jika memungkinkan, dan tidak ada
yang dirugikan nelayan Gae tetap bisa melaut di selat Buton, tapi
tidak mengganggu lokasi tangkap nelayan tradisional,"usulnya yang diterima positif oleh para nelayan gae Lagasa.

Usulan lain dikemukakan oleh anggota komisi I DPRD Muna, Mahmud Muhammad. Menurut Mahmud, perairan di Kabupaten Muna sifatnya unik, karena dikelilingi oleh pulau-pulau, beda kondisinya dengan wilayah lain, sehingga aspirasi nelayan gae Lagasa untuk tetap melaut di Selat Ghoghombio bisa diterima, dengan catatan harus ada pertemuan pihak-pihak terkait yang melibatkan kepolisian, kejaksaan, TNI,Pemda, DPRD dan masyarakat nelayan dari kedua belah pihak untuk duduk bersama membahas persoalan ini. (sra/hum)


SKPD Mubar Tak Bakalan Hadiri Undangan DPRD

*Tanpa Petunjuk  dari Pj Bupati

LAWORO-Keinginan DPRD Muna Barat (Mubar) untuk melakukan rapat konsultasi dengan pihak eksekutif tak bakalan terwujud, sepanjang  undangan DPRD  hanya ditujukan kepada masing-masing kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), tanpa ada pemberitahuan kepada Pj Bupati Muna Barat, LM Rajiun Tumada Ilaihi.

Hal itu ditegaskan oleh Kepala Bagian Humas Setda Mubar, Rasidin ketika dikonfirmasi, Rabu (25/3). "Ini adalah persoalan etika. Ibaratnya seperti ini, mau lamar anak orang, harus melalui orangtuanya, tidak langsung kepada anaknya,. Demikian pula dengan mengundang SKPD, minimal ada pemberitahuan kepada Pj Bupati. Bupati taat hukum dan taat aturan, segala sesuatu ada aturan dan etikanya "ucapnya.

"Kemudian waktu penyampaian suratnya harus jauh-jauh hari disampaikan, agar kepala SKPD tersebut bisa menyiapkan data-data yang dibutuhkan dalam rapat konsultasi. Apalagi kondisi wilayah Mubar cukup luas, dan akses komunikasi melalui telpon seluler juga terbatas,"tambahnya.

Menyoal masih minimnya fasilitas, Rasidin mengakui hal itu. "Namanya juga daerah baru mekar, pasti segala sesuatunya masih serba kekurangan fasilitas. Apalagi kebijakan Pj Bupati Mubar saat ini adalah memprioritaskan pembangunan yang langsung menyentuh kepentingan masyarakat banyak, seperti jalan. Jadi kita memang harus banyak bersabar harus bekerja pada kondisi yang serba minim seperti ini,"pungkasnya.

Sementara itu, Ketua DPRD Muna, La Ode Koso menegaskan akan tetap konsisten melayangkan undangan kepada masing-masing SKPD tanpa harus ditujukan kepada Pj Bupati Mubar. "Kita tetap konsisten akan mengundang langsung ke SKPD masing-masing pada Hari Kamis tanggal 26 Maret, karena tidak ada aturannya, mengundang SKPD harus ditujukan kepada Pj Bupati,"pungkasnya.

Sedianya, Selasa (24/3) DPRD Mubar menggelar rapat konsultasi dengan Sekda Mubar, sejumlah SKPD seperti Dinas PPKAD, BKD, Bappeda, Asisten III, dan Sekwan DPRD Muna. Namun undangan dari lembaga DPRD diacuhkan begitu saja dan tak dianggap oleh eksekutif disebabkan waktu penyampaian undangan tersebut terlalu mepet waktunya, dan undangan tersebut tak ditujukan langsung kepada Pj Bupati Mubar.

Rapat konsultasi tersebut salah satunya mengagendakan pembahasan fasilitas yang masih minim di DPRD Mubar, pembayaran gaji anggota DPRD Mubar dan tunjangan para pejabat yang belum dibayarkan. "Ada beberapa isu lain yang akan kami sampaikan, tapi saya kira hal itu akan berkembang di forum,"pungkasnya. (sra/hum)


Demi Adipura, Lapak Kumuh Pasar Asinua Dibongkar

Unaaha – Menyongsong penilaian tahap II Lomba Adipura, Bupati Konawe, Kery S Konggoasa dan Wakil Bupati Konawe, Parinringi kompak mendorong maksimalisasi pembenahan wajah Ibu Kota Unaaha. Semua area dan sarana umum yang menjadi titik pantau tak luput dari perhatian pasangan BerKesan.

Salah satunya adalah Pasar Asinua. Kemarin, Bupati Konawe kembali menyisir lapak-lapak pedagang di pasar Asinua. Melihat kondisi yang begitu kumuh, Kery langsung menginstuksikan aparat Satpol PP untuk melakukan pembongkaran.

Tak menunggu waktu lama, aparat Satpol PP yang telah lama standby bergerak cepat membongkar lapak-lapak kumuh tersebut. Lapak-lapak yang dibangun seadanya dari kayu dan sudah terlihat rapuh pun diratakan.

Hari itu, aktiftas pasar Asinua sepi dari aktifitas perdagangan. Kondisi ini  membuat para aparat Satpol PP leluasa bergerak. Dengan alat seadanya mereka gotong royong merobohkan lapak darurat tersebut.

“Kita mau kedatangan tim Adipura. Ini pasar juga dinilai. Saya liat sudah kumuh. Tdak layak. Makanya kita bongkar. Selesai ini kita bangun ulang yang baru semi permanen biar lebih rapi.,” ujar Kery mengungkap alasan pembongkaran lapak pedagang Pasar Asinua kemarin.

Saat pembongkaran, Kery mengajak serta Kepala Dinas PU Konawe, Ir Joni Pisi. Dinas PU diinstruksikan membuat desain bagi pembangunan lapak baru pedagang.

“Kita langsung bergarak cepat. Jangan lagi tungggu-tunggu karena tim penilai sudah mau jalan,"cetus Kery

Pantauan Rakyat Sultra, lapak pendagang yang dibongkar mencapai puluhan. Lapak atau kios yang berdampingan dengan bangunan utama pasar terlihat kumuh karena berdiri diatas genangan air.

Kondisi bangunan yang tampak rapuh kian memperburuk esetetika pasar. Kendati begitu, secara umum  kondisi Pasar Asinua terlihat relatif bersih. Tidak tampak sampah-sampah berhamburan layaknya kawasan pasar pada umumnya.

Penilaian tahap awal, skor nilai Pasar Asinua oleh Tim Penilai Adipura bahkan meningkat drastis. Hal ini tak lepas dari instervensi  maksimal dan kontinyu Pemkab Konawe.

Jika Bupati mengecek  kondisi Pasar Asinua, tugas pemantauan kebersihan kota menyambut Lomba Adipura dilakukan terpisah Wakil Bupati Konawe, Parinringi.

“Kita ke Rumah Sakit. Kita lihat kebersihannya sudah lebih baik. Hanya ada koreksi agar sampah-sampah bahan medis dan sampah biasa itu harus dipisah. Yang lain sudah baik. Di sekolah, poros jalan kita kelilingi. Kita harus benar-benar maksimal agar saat tim datang semua sudah terlihat rapi, indah dan bersih,” tukas Parinringi. (*/b)


DPRD Nilai Banyak Investor Tidak Becus

ANDOOLO - Wacana DPRD Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) berencana membentuk panitia khusus (pansus) perkebunan karena maraknya persoalan tanah.
Wakil Ketua DPRD Konsel, Nadira menuturkan, pembentukan pansus karena diduga ada berbagai permasalahan yang terjadi di masyarakat. “Utamanya persoalan lahan yang telah dimiliki investor perkebunan,” tuturnya.
Sehingga, pansus diharapkan bisa mengidentifikasi permasalahan secara jelas. Hasil identifikasi itu nantinya akan disampaikan kepada Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Konsel.
"Kita tidak mau ada saling klaim siapa yang benar antara masyarakat dan investor," katanya.
Dia berharap, masuknya investasi di Konsel harus sesuai prosedur. "Pemerintah, DPRD, dan warga sebenarnya mendukung masuknya investor. Tetapi harus sesuai dengan rambu-rambu dan kaidah yang prosedural. Sesuai keluhan masyarakat utamanya pada persoalan lahan banyak investor yang tidak becus," ungkapnya.
Dia menegaskan, baik pemerintah maupun dewan perlu melakukan penataan ulang masuknya investor di Konsel. "Jangan seolah kita ingin investasi tetapi merugikan masyarakat," ujarnya.
Beberapa investor perkebunan yang berpolemik dengan masyarakat utamanya pada persoalan lahan diantaranya, PT Merbau di Kecamatan Palangga dan Sabulakoa, PT Tiran di Kecamatan Moramo dan Tinanggea, dan PT Kilau Indah Cemerlang di Kecamatan Palangga dan Baito.
"Semua itu dikeluhkan masyarakat terkait kepemilikan lahan dan dugaan penyerobotan lahan masyarakat," pungkasnya. (r4/b/din)